Seorang teman Protestan mempertanyakan keyakinan kita, umat
Katolik, mengenai Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
~ seorang pembaca di Sterling
______________________________________________________________________
Berbicara kepada
khalayak gembira berjumlah lebih dari 500,000 orang yang memadati St Peter's
Square, Paus Pius XII dengan khidmad memaklumkan dalam Munificentissimus Deus
tanggal 1 November 1950, bahwa “Bunda Allah yang Tak Bernoda Dosa, Maria yang
tetap perawan selamanya, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat
memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya.” Walau definisi khidmad
baru dimaklumkan pada pertengahan abad keduapuluh, keyakinan akan Santa Perawan
Maria Diangkat ke Surga menunjukkan dinamisme pewahyuan dan pemahaman Gereja
yang terus-menerus mengenainya seperti dibimbing oleh Roh Kudus.
Memang, kata “Diangkat
ke Surga” tidak ada dalam Kitab Suci. Sebab itu, banyak kaum fundamentalis yang
menafsirkan Kitab Suci secara harafiah akan mengalami kesulitan dalam memahami
keyakinan ini. Namun demikian, pertama-tama kita patut berdiam diri dan
merenungkan peran Bunda Maria dalam misteri keselamatan, sebab inilah yang
menjadi dasar dari keyakinan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
Kita percaya teguh bahwa
sejak dari awal mula perkandungannya, karena kasih karunia istimewa dari Allah
Yang Mahakuasa, Maria bebas dari segala noda dosa, termasuk dosa asal. Malaikat
Agung St Gabriel mengenali Maria sebagai “penuh rahmat,” “terpuji di antara
perempuan,” dan “bersatu dengan Tuhan.” Maria telah dipilih untuk menjadi Bunda
Juruselamat kita. Dari kuasa Roh Kudus, ia mengandung Tuhan kita, Yesus
Kristus, dan melalui dia, sungguh Allah menjadi juga sungguh manusia, “Sabda
itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14).
Sepanjang masa hidupnya,
walau catatan dalam Injil amat terbatas, Maria senantiasa menghadirkan Tuhan
kita kepada yang lain: kepada Elisabet dan puteranya, Yohanes Pembaptis, yang
melonjak kegirangan dalam rahim ibundanya atas kehadiran Tuhan yang masih
berada dalam rahim BundaNya; kepada para gembala yang sederhana dan juga kepada
para majus yang bijaksana; pula kepada warga Kana ketika Tuhan kita meluluskan
kehendak BundaNya dan melakukan mukjizat-Nya yang pertama. Terlebih lagi, Maria
berdiri di kaki salib bersama Putranya, memberi-Nya dukungan dan berbagi
penderitaan dengan-Nya lewat kasihnya seperti yang hanya dapat diberikan oleh
seorang ibunda. Dan akhirnya, Maria ada bersama para rasul pada hari Pentakosta
ketika Roh Kudus turun dan Gereja dilahirkan. Sebab itu, masing-masing dari
kita dapat melihat serta merenungkan Maria sebagai hamba Allah yang setia, yang
ikut ambil bagian secara intim dalam kelahiran, kehidupan, wafat dan
kebangkitan Tuhan kita.
Suatu bukti penting
lainnya dalam Kitab Suci yang menegaskan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga,
dapat ditemukan dalam Kitab Wahyu, “Maka tampaklah suatu tanda besar di
langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah
kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (12:1). Ayat
ini merupakan bagian dari bacaan pertama dalam Misa Hari Raya Santa Perawan
Maria Diangkat ke Surga. Kendati aspek kronologis dari teks, Gereja telah
menafsirkan ayat ini sebagai menunjuk kepada Bunda Maria yang telah diangkat ke
dalam kemuliaan surga dan dimahkotai sebagai Ratu Surga dan Bumi, dan sebagai
Bunda Gereja.
Karena alasan-alasan
ini, kita percaya bahwa janji Tuhan yang diberikan kepada setiap kita akan
keikutsertaan dalam hidup yang kekal, termasuk kebangkitan badan, digenapi
dalam diri Maria. Sebab Maria bebas dari dosa asal dan segala konsekuensinya
(salah satunya adalah kerusakan badan setelah kematian), sebab ia ikut ambil
bagian secara intim dalam hidup Tuhan dan dalam sengsara, wafat dan
kebangkitan-Nya, dan sebab ia ada saat Pentakosta, maka model dari pengikut
Kristus ini sungguh pantas ikut ambil bagian dalam kebangkitan badan dan
kemuliaan Tuhan di akhir hidupnya. (Patut dicatat bahwa definisi khidmad
tersebut tidak menjelaskan apakah Maria wafat secara fisik sebelum diangkat ke
surga atau langsung diangkat ke surga; hanya dikatakan, “Maria, sesudah
menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia ….”) Katekismus, dengan mengutip
Liturgi Byzantine, memaklumkan, “Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu
keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Putranya dan satu antisipasi dari
kebangkitan warga-warga Kristen yang lain. `Pada waktu persalinan engkau tetap
mempertahankan keperawananmu, pada waktu meninggal, engkau tidak meninggalkan
dunia ini, ya Bunda Allah. Engkau telah kembali ke sumber kehidupan, engkau
yang telah menerima Allah yang hidup dan yang akan membebaskan jiwa-jiwa kami
dari kematian dengan doa-doamu'” (No 966).
Secara ringkas,
Konstitusi Dogmatis tentang Gereja dari Konsili Vatikan Kedua mengajarkan,
“Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa
asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat
melalui kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh
Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Putranya,
Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (No 59).
Keyakinan akan Santa
Perawan Maria Diangkat ke Surga telah lama ada dalam Gereja kita. Kita patut
ingat bahwa Gereja Perdana disibukkan dengan menanggapi pertanyaan-pertanyaan
seputar Kristus, teristimewa Inkarnasi-Nya dan persatuan hipostatik-Nya
(persatuan ke-Allah-an dan kodrat manusiawi-Nya). Namun demikian, dalam
membahas pertanyaan-pertanyaan ini, Gereja secara perlahan-lahan memaklumkan gelar-gelar
bagi Maria sebagai Bunda Allah dan sebagai Hawa Baru, pula keyakinan akan Santa
Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa, yang kesemuanya itu merupakan dasar dari
Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
Dalam Munificentissimus
Deus, Paus Pius XII menyebutkan banyak Bapa Gereja dalam usaha menelusuri
tradisi yang telah lama ada sehubungan dengan SP Maria Diangkat ke Surga -
beberapa di antaranya St Yohanes Damaskus, St Andreas dari Crete, St Modestus
dari Yerusalem dan St Gregorius dari Tours. Uskup Theoteknos dari Livias (±
550-650) menyampaikan salah satu dari khotbah awali yang paling mendalam
mengenai SP Maria Diangkat ke Surga, “Sebab Kristus mengambil kemanusiaan-Nya
yang tak bernoda dari kemanusiaan Maria yang tak bernoda; dan apabila Ia telah
mempersiapkan suatu tempat di surga bagi para rasul-Nya, betapa terlebih lagi
Ia mempersiapkannya bagi BundaNya; jika Henokh telah diangkat dan Elia telah
naik ke surga, betapa terlebih lagi Maria, yang bagaikan bulan bercahaya
cemerlang di antara bintang-bintang dan mengungguli segala nabi dan rasul?
Sebab bahkan meski badannya yang mengandung Tuhan merasakan kematian, badan itu
tidak mengalami kerusakan, melainkan dipelihara dari kerusakan dan cemar dan
diangkat ke surga dengan jiwanya yang murni dan tak bercela.”
St Yohanes Damaskus (wafat 749) juga
menuliskan suatu kisah yang menarik sehubungan dengan SP Maria Diangkat ke
Surga, “St Juvenal, Uskup Yerusalem, dalam Konsili Kalsedon (451),
memberitahukan kepada Kaisar Marcian dan Pulcheria, yang ingin memiliki tubuh
Bunda Allah, bahwa Maria wafat di hadapan segenap para rasul, tetapi bahwa
makamnya, ketika dibuka atas permintaan St Thomas, didapati kosong; dari
situlah para rasul berkesimpulan bahwa tubuhnya telah diangkat ke surga.”
Secara keseluruhan, para Bapa Gereja membela dogma SP Maria Diangkat ke Surga
dengan dua alasan: Sebab Maria bebas dari noda dosa dan tetap perawan selamanya,
ia tidak mengalami kerusakan badan, yang adalah akibat dari dosa asal, setelah
wafatnya. Juga, jika Maria mengandung Kristus dan memainkan peran yang akrab
mesra sebagai BundaNya dalam penebusan manusia, maka pastilah juga ia ikut
ambil bagian badan dan jiwa dalam kebangkitan dan kemuliaan-Nya.
Kaisar Byzantine
Mauritius (582-602) menetapkan perayaan Tertidurnya Santa Perawan
Maria pada tanggal 15 Agustus bagi Gereja Timur. (Sebagian
ahli sejarah menyatakan bahwa perayaan ini telah tersebar luas sebelum Konsili
Efesus pada tahun 431.) Pada akhir abad keenam, Gereja Barat juga merayakan SP
Maria Diangkat ke Surga. Sementara Gereja pertama-tama menekankan wafat Maria,
secara perlahan-lahan terjadi pergeseran baik dalam gelar maupun substansinya,
hingga pada akhir abad kedelapan, Sacramentarium Gregorian memiliki doa-doa
bagi perayaan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.
Hari Raya Santa Perawan
Maria Diangkat ke Surga memberikan kepada masing-masing kita pengharapan besar
sementara kita merenungkan satu sisi ini dari Bunda Maria. Maria menggerakkan
kita dengan teladan dan doa agar bertumbuh dalam rahmat Tuhan, agar berserah
pada kehendak-Nya, agar mengubah hidup kita melalui kurban dan penitensi, dan
mencari persatuan abadi dalam kerajaan surga. Pada tahun 1973, Konferensi
Waligereja Katolik dalam surat “Lihatlah Bundamu” memaklumkan, “Kristus telah
bangkit dari mati; kita tidak membutuhkan kepastian lebih lanjut akan iman kita
ini. Maria diangkat ke surga lebih merupakan suatu pengingat bagi Gereja bahwa
Tuhan kita menghendaki agar mereka semua yang telah diberikan Bapa kepada-Nya
dibangkitkan bersama-Nya. Dalam Maria diangkat ke dalam kemuliaan, ke dalam
persatuan dengan Kristus, Gereja melihat dirinya menjawab undangan dari
Mempelai surgawi.”
*
Fr. Saunders is pastor
of Our Lady of Hope Church in Potomac Falls and a professor of catechetics and
theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: Understanding the Assumption” by Fr.
William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington
Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The
Arlington Catholic Herald.”
Post a Comment