Gereja memperingati hari pesta nama Santo
Martinus setiap tanggal 11 Nopember. Siapakah sebenarnya Santo Martinus ini?
Memang santo ini lebih dikenal di luar Indonesia, khususnya di negara Perancis,
sehingga dia disebut sebagai “kemuliaan dari bangsa Gaul (sebutan untuk bangsa
Perancis zaman dulu). Padahal dia dilahirkan bukan di daerah Perancis,
melainkan di Sabaria, Pannonia bagian atas, yang terletak di antara Yugoslavia
Utara dan Hungaria Barat.
Kemudian pada waktu dia masih kanak-kanak, ayahnya
yang seorang perwira militer Roma, dipindahtugaskan ke daerah Pavia, Italia
Utara. Karena kepindahan ke tempat baru inilah, dia mendapat kesempatan untuk
mengenal agama Kristiani dan mendaftarkan diri menjadi katekumen. Akan tetapi,
sebelum dia menyelesaikan masa katekumenat, pada usia 15 tahun, ayahnya
mendaftarkan dia dalam dinas militer dan ditempatkan di kota Amiens, Perancis.
Inilah yang membuat dia menjadi lebih dikenal sebagai bagian dari negara
Perancis dan memang pengalaman pribadinya dengan Yesus Kristus terjadi dan
berkaitan erat dengan bangsa Perancis.
Selama ini, dari riwayat hidup Santo Martinus, cerita yang umumnya
paling sering didengar adalah tentang sejarah pembaptisannya yang
dilatarbelakangi perbuatan kasih kepada seorang pengemis.
Pada suatu hari di
musim dingin, sewaktu dia sedang berkuda memasuki kota Amiens, dia melihat
seorang pengemis yang kondisinya sangat menyedihkan, pakaiannya
compang-camping, sehingga dia menggigil kedinginan. Tidak ada satu orang pun
yang lalu lalang di jalan itu, memberikan perhatian kepadanya atau menolongnya.
Karena sedang tidak membawa apa-apa selain mantol tentara yang sedang
dipakainya dan tergerak oleh rasa belaskasihan yang besar, maka Santo Martinus
memotong mantol tentara itu menjadi dua potong. Diberikannya satu potong kepada
pengemis itu untuk membantu melindunginya dari udara dingin, sedangkan yang
separuh lagi dipakainya sendiri.
Pada malam itu juga, Yesus bersama dengan sejumlah Malaikat Allah,
menampakkan diri kepadanya. Dalam penglihatan itu, dia melihat Yesus mengenakan
potongan mantol yang sama dengan bagian yang sudah diberikannya kepada pengemis
di gerbang kota Amiens. Kepada para Malaikat itu, Yesus berkata, “Martinus,
walaupun dia hanya seorang katekumen, sudah memberi Aku mantel ini.” Buah dari penglihatan
ini adalah pembaptisan Martinus.
Pada waktu dia berumur 20 tahun, terjadi perang antara tentara
Roma melawan 1 suku yang berusaha menyerang Perancis. Santo Martinus terpilih
menjadi salah satu tentara yang ditugaskan untuk membela negaranya. Akan
tetapi, tiba-tiba muncul kesadaran dalam dirinya bahwa sebagai seorang
kristiani, dia tidak bisa lagi menjadi tentara. Maka di hadapan Raja Yulianus,
dia berkata, “Sampai saat ini, saya sudah melayanimu sebagai seorang tentara,
sekarang izinkanlah saya untuk melayani Kristus.
Untuk itu berikanlah tugas
melawan musuh ini kepada yang lainnya. Saya adalah tentara Kristus, dan menurut
hukum kami, berkelahi itu dilarang.” Raja Yulianus yang mendengar kata-kata
Martinus ini menjadi marah. Dia menuduh Martinus penakut. Santo Martinus
menjawab bahwa dia bersedia dikirim berperang ke garis depan keesokan harinya,
tanpa senjata sama sekali, maju sendirian untuk melawan musuh dalam nama
Kristus.
Akibat perlawanannya terhadap raja, dia ditangkap dan dipenjarakan, tetapi
tidak lama kemudian, setelah terjadi gencatan senjata, dia dibebaskan lagi.
Setelah itu, dia pergi ke Poitiers, menghadap Uskup Hilarius dan menjadi
pengikutnya selama beberapa tahun. Santo Hilarius dengan gembira menerima
kedatangannya dan mentahbiskan Martinus sebagai diakon. Sejak saat itulah, dia
mulai melayani Gereja sampai akhirnya dia dipilih dan diangkat menjadi Uskup di
Tours.
Kisah di atas, adalah kisah yang paling sering kita dengar.
Ternyata berdasarkan berbagai sumber, kita dapat mengetahui bahwa Santo
Martinus sebenarnya adalah juga seorang evangelisator dan pembela iman yang
benar, dengan kuasa Roh Kudus, dan handal. Mari kita simak bersama-sama
beberapa kesaksian hidupnya.
Pembelaan iman melawan Arianisme
Arianisme adalah salah satu aliran bidaah dalam Gereja Kristiani.
Aliran inilah yang pertama harus dihadapinya saat dia mewartakan Sabda Allah
dalam perjalanannya mengunjungi kota kelahirannya, Pannonia. Namun dengan penuh
keberanian dan tegas, dia menentang banyak tokoh Arian, sekalipun dia tahu
bahwa mereka memiliki pengaruh dan kedudukan yang kuat di tengah masyarakat.
Akibatnya, dia diusir dengan paksa untuk meninggalkan kota Illyricum. Sekalipun
akhirnya dia harus meninggalkan kota kelahirannya, tetapi dia berhasil
mempertobatkan ibunya sendiri dan beberapa orang lain untuk Kristus yang
dicintainya.
Dia kemudian memutuskan untuk kembali ke Perancis. Akan tetapi,
sewaktu sampai di kota Milan, Italia, dia mendengar bahwa Perancis pun sudah
mulai diserang oleh Arian, sampai temannya, yaitu Uskup Hilarius diasingkan.
Hal ini memaksa dia untuk tetap tinggal di Milan.
Akan tetapi, sewaktu Uskup
Milan yang bernama Auxentius, yang ternyata juga penganut Arianisme, mendengar
bahwa Martinus ada di Milan, dia berusaha sedemikian rupa untuk mengusir
Martinus keluar dari Milan. Akhirnya, Martinus memutuskan untuk tinggal di satu
pulau kecil, di daerah teluk Genoa bersama dengan seorang imam lain, sampai dia
mendengar kabar bahwa Uskup Hilarius sudah kembali ke Poitiers. Kemudian dia
kembali ke Poitiers dan memulai karya pelayanannya yang lain.
Evangelisasi melawan Paganisme
Kesalehan dan kotbah-kotbah Santo Martinus banyak menentang
pengaruh Paganisme di Perancis. Bahkan dia banyak menghancurkan kuil-kuil dan
pohon-pohon yang didewa-dewakan.
Suatu ketika, setelah dia menghancurkan sebuah
kuil, dia juga berniat memotong satu pohon cemara yang dikeramatkan. Akan
tetapi kemudian, para imam dari kuil itu dan para pengikutnya menawarkan diri
untuk memotong pohon itu bagi Santo Martinus, asalkan dia yang sungguh percaya
kepada Allahnya, mau berdiri di bawah pohon yang akan ditebang itu.
Dan
ternyata Martinus bersedia bahkan membiarkan dirinya diikat dan ditempatkan di
bawah pohon di bagian yang akan tumbang. Kelihatannya memang pohon itu akan
tumbang ke arah Santo Martinus, tetapi ternyata kemudian pohon itu tumbang ke
arah yang lain.
Saat yang lain, pada waktu dia sedang merobohkan sebuah kuil di
dekat kota Autun, suatu kumpulan massa mendatanginya dengan kemarahan yang
meluap-luap, bahkan seseorang di antara mereka membawa pedang. Santo Martinus
kemudian berdiri dan menyodorkan dadanya kepada pemuda yang membawa pedang itu.
Saat itu juga pemuda tersebut terjengkang ke belakang dan dalam keadaan
ketakutan, dia meminta maaf kepada Santo Martinus.
Pelayanan kepada orang kecil, sakit, dan tertindas
Walaupun Santo Martinus adalah seorang Uskup, tetapi perhatiannya
banyak tercurah kepada rakyat kecil yang memang sungguh membutuhkan
pertolongan. Setahun sekali, dia mengunjungi setiap anggota parokinya dengan
berjalan kaki, atau dengan menunggang keledai, atau naik perahu.
Di samping
itu, karena menyadari betapa pentingnya pelayanan kepada umat, dia mendirikan
banyak sekali komunitas-komunitas para rahib. Kemudian dia memperluas wilayah
keuskupannya mulai dari Touraine sampai ke Chartres, Paris, Autun, dan Vienne.
Pada saat di Vienne inilah, dia menyembuhkan Paulinus dari Nola yang menderita
sakit mata. Dan memang banyak sekali mujizat dan penyembuhan yang terjadi
melalui doa-doa Santo Martinus saat itu.
Hal yang juga mengesankan dan patut menjadi teladan sepanjang
zaman adalah cintakasihnya kepada jiwa-jiwa yang membutuhkan kasih. Suatu hari,
seorang petugas negara yang kejam, bernama Avitianus, sampai di kota Tours
dengan membawa serombongan tahanan yang rencananya akan dijadikan bulan-bulanan
siksaannya. Bahkan dia merencanakan untuk menghukum mati semua tahanan itu.
Begitu Santo Martinus mendengar berita dan rencana dari Avitianus, segera ia
kembali ke Tours untuk mengajukan permohonan ampun bagi mereka. Dia sampai ke
Tours sekitar tengah malam, kemudian langsung menuju ke tempat tinggal
Avitianus dan tidak meninggalkan tempat itu sampai dia mendapatkan janji bahwa
para tahanan itu akan diampuni.
Perjuangan melawan bidaah Priscillianis
Pada zaman Santo Martinus, Gereja di Perancis dan Spanyol waktu
itu juga disibukkan oleh serangan dari kaum bidaah Priscillianis, sebuah sekte
yang dipimpin oleh Uskup Avila. Gereja mengadakan sinode di Bordeaux pada tahun
384 untuk mencari jalan keluar menghadapi sekte ini.
Sinode ini menghukum
ajaran-ajaran yang dikeluarkan oleh Priscillianis. Akan tetapi sang pemimpin,
yaitu Uskup Priscillianus meminta pertolongan Kaisar Maximus. Pada saat yang
sama, seorang Uskup Gereja Orthodoks dari Ossanova, yang bernama Ithacius,
berusaha menyerang Priscillianus dan mendesak Kaisar Maximus untuk menghukum
mati dia.
Dari kasus ini, hal yang patut diteladani dari Santo Martinus
adalah rasa kasihnya kepada jiwa sehingga bersama dengan Santo Ambrosius dari
Milan, dia menentang mati-matian seruan Ithacius untuk menghukum mati
Priscillianus.
Menurut dia, cukuplah menghukum Priscillianus dengan menyebutnya
sebagai heresis dan diekskomunikasi. Awalnya Maximus mengabulkan permohonan
Santo Martinus dan memerintahkan supaya pengadilan atas Priscillianus dihentikan,
bahkan dia berjanji bahwa tidak akan ada pertumpahan darah. Namun ternyata
kemudian, dia terbujuk untuk membuka kembali kasus itu dan menyerahkan
penyelesaiannya dalam tangan Evodius.
Evodius dalam penyelidikannya menemukan bahwa Priscillianus dan beberapa
orang yang lain terbukti bersalah dalam beberapa hal sehingga akhirnya mereka
dihukum penggal. Mendengar berita ini, cepat-cepat Santo Martinus pergi ke
Treves untuk memohonkan ampun bagi jiwa-jiwa orang-orang Spanyol penganut
Priscillianis yang sudah diperlakukan dengan kejam bahkan dibunuh.
Dan juga dia
mengajukan permohonan ampun untuk dua orang yang dicurigai memiliki hubungan
dengan kaisar sebelumnya, yaitu Kaisar Gratianus. Menanggapi permohonan
Martinus ini, Kaisar Maximus berjanji mengabulkannya asalkan Martinus bersedia
berdamai kembali dengan Ithacius dan golongannya.
Demi keselamatan jiwa-jiwa itu, Santo Martinus menerima syarat
yang diajukan oleh Kaisar Maximus. Keesokkan harinya dia mengadakan perayaan
Ekaristi bersama dengan golongan Ithacius, walaupun akhirnya hati nuraninya
terganggu karena merasa dituduh sebagai lemah hati.
Teladan Santo Martinus
Dari semua yang sudah kita baca, kita dapat melihat beberapa
teladan yang pantas untuk diikuti dalam kehidupan kita sebagai orang Kristiani
yang sungguh mau beriman kepada Allah atau sebagai orang Kristiani yang mau
bertumbuh.
1. Cinta Santo Martinus kepada jiwa-jiwa
Kehidupan Santo Martinus memang sangat dijiwai oleh cintakasih
Allah sendiri kepada jiwa-jiwa. Dan demi menyalurkan kasih Allah kepada
jiwa-jiwa ini, Santo Martinus rela berbuat apa saja, sekalipun harus
mengorbankan dirinya sendiri, seperti misalnya karirnya dalam dunia militer
yang sebenarnya lebih menjamin kehidupannya secara duniawi.
Cinta ini juga
terlihat dalam usahanya menyelamatkan kaum Priscillianis Spanyol dan 2 orang
lain yang dituduh memiliki hubungan dengan Kaisar Gratianus. Demi jiwa mereka,
dia mau merendahkan dirinya dengan menerima syarat yang ditetapkan oleh Kaisar
Maximus, yaitu mendatangi dan berbaikan kembali dengan Ithacius, seorang Uskup
Ortodoks yang ditentangnya secara luar biasa. Cintanya kepada jiwa-jiwa sungguh
tanpa pamrih.
2.Teladan Evangelisasi
Dari seluruh kisah kehidupan Santo Martinus, kita bisa melihat
bagaimana teladannya dalam melakukan evangelisasi atau pewartaan Kabar Gembira.
Setiap saat dalam hidupnya dianggapnya sebagai saat untuk selalu mewartakan
Kabar Gembira.
Oleh karena itu, tanpa mengenal lelah, dia berkeliling ke
seluruh daerah Perancis untuk menegakkan Kerajaan Allah, menggantikan berbagai
kepercayaan suku-suku bangsa yang ada di setiap daerah terhadap banyak dewa.
Dihancurkannya banyak kuil penyembahan dewa, ditumbangkannya pohon-pohon besar
yang dikeramatkan dan sebagainya.
Berkaitan dengan teladan dalam evangelisasi, kita juga melihat
kepekaan Santo Martinus untuk melihat apa yang dibutuhkan umat pada waktu itu
dan di tempat itu. Kepekaan ini menunjukkan juga kepekaannya terhadap kehadiran
dan bimbingan Roh Kudus karena memang hanya Roh Kuduslah yang paling mengetahui
kebutuhan umat di setiap zaman. Misalnya hal ini ditunjukkan oleh Santo
Martinus dalam perjuangannya mendirikan banyak biara untuk para rahib dan
mendidik mereka sungguh-sungguh untuk menjadi alat di tangan Tuhan, yang sangat
dibutuhkan umat saat itu.
3. Iman yang teguh dan hidup
Dia sungguh beriman dan percaya bahwa Allah adalah satu-satunya
Allah dan yang memiliki kuasa yang sesungguhnya. Maka Allah tidak bisa
dibandingkan dengan dewa-dewa dan pohon-pohon keramat. Oleh karena itu, semua
yang bukan Allah itu harus dimusnahkan.
Iman yang teguh dan hidup ini,
khususnya bisa kita lihat dalam perjuangannya melawan kaum Paganisme itu.
Misalnya, terlihat dalam kisah di atas, bagaimana Santo Martinus menyetujui
syarat yang diajukan oleh satu kelompok orang untuk diikat dan diletakkan di
bawah pohon keramat yang akan ditumbangkan.
Kalau Santo Martinus menolak, maka
mereka juga menolak untuk menumbangkan pohon itu. Karena Santo Martinus yakin
dan percaya akan kasih Allah kepada semua jiwa, maka dia percaya juga bahwa
Allah mengasihi jiwa orang-orang itu dan pasti akan menyelamatkan mereka. Dan
dia juga percaya bahwa Allah akan melindungi jiwanya.
Sebenarnya bisa saja, dia
menolak syarat itu karena dia bisa menebang sendiri pohon keramat itu. Akan
tetapi, Santo Martinus tahu bahwa kalau mereka yang selama ini sudah
mempercayai pohon keramat itu, mau menebang sendiri, maka ini akan menjadi
suatu dasar penolakan yang kuat terhadap pemujaan dewa-dewa, karena memang
terbukti bahwa dewa mereka itu tidak ada apa-apanya. Dari pengalaman ini,
tentunya mereka akan menjadi lebih mudah untuk menerima Yesus Kristus sebagai
Allah mereka.
Demikian juga iman ini ditunjukkan oleh Santo Martinus waktu dia
harus menghadapi seorang pemuda yang mengamuk dengan pedangnya karena kuil dewa
di daerahnya dihancurkan. Tanpa ragu-ragu dan takut, Santo Martinus menyodorkan
dadanya.
Dia rela mengorbankan dirinya asalkan orang lain selamat. Di lain
pihak, dia percaya bahwa kuasa Allah melebihi segalanya dan kuasa itu akan
melindungi dia. Hal ini menunjukkan suatu kepekaan luar biasa terhadap
bimbingan Roh Kudus. Santo Martinus menjadi seperti sungguh suatu alat yang
hanya dapat bekerja karena ada Tuannya yang memakai alat itu. Tanpa ada Sang
Tuan, maka alat itu hanya akan tergeletak sia-sia.
Sumber : Carmelia.net
Post a Comment